The Days Of Pleasure - Cerita KKN with Rahmatul Ulfa

 

Hi semuanya, selamat datang. Ini adalah blog pertama saya yang penulisannya berkolaborasi dengan seorang eunoia bernama Rahmatul Ulfa. Kenapa kali ini ada kolaborasi? Karena kisah KKN ini sangat kompleks dan tidak cukup dengan mengandalkan satu ingatan saja. Akan ada 2 point of view yang masing-masing akan saling melengkapi jalan cerita ini. Mungkin perbedaan yang cukup kentara akan terlihat dari orientasi penulisan sudut pandang saya yang lebih condong pada perkembangan dalam diri sedangkan orientasi penulisan Ulfa akan lebih luas dan deskriptif tentang keadaan dan kehidupan selama di posko KKN. Ucapan terimakasih banyak kepada rekan-rekan KKN yang sudah bersedia menjadi tokoh utama di cerita ini sekaligus menjadi tinta untuk putihnya memori. Selamat membaca!

Satu Diantara Beribu (Ulfa’s point of view)

Hallo, aku Ulfa, salah satu anggota kelompok KKN Lapau Lasuang, Bungus Timur 2023. Hari ini, aku ingin mengabadikan pengalaman Kuliah Kerja Nyata yang sudah selesai dilaksanakan pada 20 Juli 2023 lalu, dalam bentuk tulisan yang akan dibagikan di blog Tatalitha. Pengalaman ini bermula pada Selasa 6 Juni 2023, seorang sahabatku mengabari bahwa ada link yang dapat diisi oleh mahasiswa/i yang belum pernah mendaftakan diri pada program Kuliah Kerja Nyata. Cukup kaget karena sudah pasrah dan sempat berusaha menguatkan diri untuk tidak ikut KKN libur semester 4, ya hal ini terjadi karena sudah kalah cepat dari 5000 orang yang berhasil mengambil KRS KKN tersebut. Dapat kabar begitu seperti mendapatkan harapan baru yang dapat diraih sesegera mungkin. Setelah memperoleh link pendaftaran, cepat-cepat kuhubungi orangtua untuk meminta izin. Syukurlah, orangtuaku sangat mendukung, bahkan sangat mendorong agar aku  bisa menghabiskan waktu satu bulan libur semester genap dengan lebih produktif hehehe.

Beberapa pertimbangan sudah dipikirkan dengan matang. Cukup was-was karena posisinya waktu itu masih banyak tugas akhir semester, praktikum yang belum usai, dan sebagai anak kampus cabang aku jadi lebih khawatir bagaimana jika pembekalan dan pelepasan harus ke kampus pusat sementara itu jadwal ujian kuliahku masih berjalan. Singkat cerita, pada Senin 12 Juni 2023, aku menemukan namaku dalam daftar distribusi mahasiswa/i KKN 2023. Pada saat itu, perasaanku cukup campur aduk dan bersyukur tentunya. Ya, salah satu do’aku dan do’a orangtuaku terkabul juga. Aku ditempatkan di salah satu daerah di Padang yang cukup asing bagiku, Bungus Timur. Langsung kucari tahu dimana daerah tersebut, sejak saat itu Bungus Timur jadi tempat asing yang paling aku syukuri sebagai salah satu takdir terbaik di hidupku. Semuanya berjalan lancar, bahkan jauh dari bayangan-bayangan kekhawatiranku sewaktu mendaftar. Qadarullah alhamdulillah, aku berhasil menyelesaikan tahap-tahap sebelum ke lokasi KKN, mengikuti pembekalan secara daring, pelepasan di auditorium kampus pusat, bertemu teman-teman satu kelompok─yang salah satu diantaranya merupakan teman satu jurusanku dari kampus pusat (namanya amel) yang dulunya kami pernah satu kelompok di kegiatan SEKAMPSI pada tahun 2022 lalu, serta aku dan teman-teman lainnya juga berhasil mempersiapkan hal-hal yang diperlukan hingga pada 20 Juni 2023 kami tiba di lokasi, Lapau Lasuang, Bungus Timur, Bungus Teluk Kabung, Padang, Sumatra Barat.

Hamparan Sawah Yang Memikat Hati (Talitha’s point of view)

Sumber: dokumentasi pribadi

Lokasi KKN-ku letaknya cukup jauh dari pusat Kota Padang, tepatnya di kecamatan Bungus Teluk Kabung, kelurahan Bungus Timur. Untuk sampai kesana, harus melewati pelabuhan Teluk Bayur, meskipun hanya lewat tapi cukup membuatku terpana akan indahnya pemandangan laut dengan belasan kapal yang sedang mangkal disana.

Hari itu adalah jadwal untuk survei lokasi, dan sebenarnya sudah ada perwakilan dari kelompok ku yang akan pergi survei kesana, tapi aku iseng ingin ikut juga, jadi aku ikut bersama temanku dari kelompok lain. Aku ingat betul saat telah memasuki kelurahan Bungus Timur, kami disuguhi pemandangan hamparan sawah yang sangat luas. Penataan rumah disana yang berkelompok-kelompok membuat kami bisa melihat hampar sawah sejauh mata memandang. Tidak lupa dengan perbukitan hijau yang seolah mengelilingi kelurahan Bungus Timur ini. Angin yang cukup sejuk, pemandangan hijau-hijau, sudah cukup membuatku bereskpektasi bahwa aku akan sangat nyaman selama KKN disini.

Hari Itu Tiba (Talitha’s point of view)

Hari keberangkatan itu sudah di depan mata. Aku bersama teman-teman yang lain berangkat kesana menggunakan bus, beberapa ada yang mengendarai motor sendiri. Setelah Papa mengantarku ke tempat berkumpul, muncul perasaan cemas tentang bagaimana rumah yang akan ditempati dan apa aku akan mandi di sungai atau sumur. Tapi kekhawatiran itu mereda setelah aku melihat teman-teman semua, bahwa kondisi sulit apapun kita akan melewatinya bersama-sama.

Rumah yang akan menjadi posko KKN itu letaknya di desa Lapau Lasuang. Daerahnya cukup tinggi karena dekat dengan perbukitan. Saat sampai disana, aku masih di suguhi pemandangan hijau dari persawahan, ditambah lagi di desa ini ada tempat pembenihan ikan. Ada banyak sekali kolam dan berbagai jenis ikan disana. Warga di desa ini mayoritas profesinya adalah bertani, beternak, beberapa ada yang berdagang, dan ada juga yang melaut (nelayan). Hari itu diisi dengan makan bersama dan beres-beres barang bawaan.

Getting Some Friends (Talitha’s point of view)

Sumber: dokumentasi pribadi

Esoknya di pagi pertama ku disana, aku jalan pagi sambil melihat sekitar bersama Rani, Ulfa, dan Amel. Tujuan utama kami adalah mengunjungi Balai Benih Ikan yang sejak kemarin sangat membuat penasaran. Aku cukup mudah berteman. Ulfa dan Amel adalah mahasiswa jurusan Psikologi, salah satu jurusan yang sangat aku impikan saat SMA dulu. Lalu aku juga kenal Fatma, Nadia, dan banyak lagi yang tidak bisa disebut satu persatu. Hal lucunya, selama beberapa hari di posko aku sering bicara dengan logat Jawa, padahal tidak ada dari teman-temanku yang orang Jawa, ingin coba sensasinya saja. Akhirnya aku sering memanggil Ulfa dengan sebutan mbak. Apalagi saat tau mbak Upa (begitu biasanya dipanggil) ternyata lebih tua setahun dariku.

Pertemananku cukup luas selama KKN, aku berinteraksi dengan banyak orang dan berusaha membangun komunikasi yang baik dengan teman-teman lainnya. Meskipun kadang ada konflik dan ga enaknya, tapi tetap dijalani saja. Aku pernah punya pengalaman yang tidak mengenakkan soal berteman, terutama saat SMP dan SMA. Jadi, ketika bisa sedekat ini dengan semua orang, rasanya aku bahagia dan nyaman. Pertemanan jadi hal yang hanya bisa disyukuri.

Salah satu yang membuatku senang adalah bisa kenal mba Ulfa ini. Aku pernah baca sebuah tulisan mahasiswa Psikologi yang mendeskripsikan bagaimana pedulinya mereka tentang mental health sesama rekan mahasiswa bahkan juga antar dosen dan mahasiswanya, ternyata benar aku menemukan hal yang sama pada mba Ulfa, juga mba Amel. Hal yang bikin beda mungkin karena caranya dalam menanggapi cerita kita, rasa peduli, dan tau bagaimana memberi jawaban dan saran. Kalau aku curhat, seringkali yang paling pertama mba Upa sampaikan bahwa hal yang kita rasakan itu adalah valid dan benar adanya demikian. Lewat kalimat itu aku jadi belajar tentang penerimaan diri dan tidak buru-buru dalam menghakimi resah dan rasa yang menghampiri. Kadang saat kita bercerita, ada beberapa yang justru malah membanding-bandingkan kita dengan ceritanya, atau dapat jawabannya yang kurang tepat dan kurang membantu. Dengan mba Ulfa aku bisa deep talk sampai topiknya melebar kemana-mana, dan belajar cukup banyak bagaimana ilmu psikologi memandang hal-hal yang sering terjadi di kehidupan, senang rasanya bisa berdiskusi dengan mindful dan relatable.

Sampai tulisan ini kutulis, ada satu hal yang mulai jadi kebiasaanku sejak kenal mba Upa selama KKN, yaitu menyimak podcast Spotify. Ku pikir spotify isinya hanya lagu dan podcast-podcast galau yang kurang ku minati, ternyata ada banyak konten edukatif dan self-improvement juga disana. Menyimak podcast-podcast itu jadi hobi baruku sekarang. Semoga hal yang sama untuk mba Upa yang sudah ku ‘racuni’ dengan kutipan-kutipan dan estetikanya Pinterest.

Sumber: dokumentasi pribadi 

Pekan Terberat (Ulfa’s point of view)

Kehidupan baru dimulai─kehidupan bersama 31 orang yang tiba-tiba saja menjadi keluarga baru dengan latarbelakang dari berbagai jurusan. Di sana, kami terbagi dalam dua rumah ; rumah depan sebagai posko cowok yang berisikan 7 orang dan rumah belakang sebagai posko cewek yang berisikan 24 orang. Aku seperti belajar kembali mengenai bagaimana tinggal di atap yang sama dengan berbagai macam karakter dan keunikan. Pengalaman tinggal di asrama sewaktu Sekolah Menengah Atas sangat membantuku dalam berinteraksi, menempatkan diri, dan berkomunikasi di lingkungan posko; dengan teman-teman, bahkan dengan warga sekitar. Pekan pertama menjadi pekan terberat bagiku, mungkin juga bagi teman-teman lainnya. Adaptasi yang dimulai dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar menjadi struggle tersendiri.

Sumber: dokumentasi pribadi

Tapi perlu digarisbawahi, bahwa aku sudah sangat jatuh cinta pada pandangan pertama dengan hamparan pemandangan di daerah tempatku KKN ini, Bungus Timur. Bukit-bukit yang hijau, sawah-sawah yang luas, sungai-sungai mengalir dengan indah, langit berhiaskan awan yang mempesona setiap harinya, serta suatu hal yang paling aku nantikan adalah pemandangan setelah hujan reda; sejuk, berkabut, dan asri sekali. Bukan hanya soal pemandangan di sana, warganya pun perlu diacungi jempol, dari ibu-ibu, bapak-bapak, kakak-kakak, abang-abang, hingga bocil-bocilnya pun sangat baik, welcome, menyenangkan, hangat, dan sangat membantu dalam keberlangsuangan KKN kami.

Belajar Jadi Masyarakat (Talitha’s point of view)

KKN ga akan jauh-jauh dari yang namanya proker dan kegiatan. Dari sini aku memahami bahwa banyak hal yang perlu surat menyurat, seperti perizinan. Aku sendiri dari Divisi Media dan Publikasi Dokumentasi bersama mbak Upa, Fatma dan teman-teman lainnya. Divisiku cukup vital karena setiap kegiatan perlu dokumentasi sebagai bukti. Aku memang senang memotret meskipun kamera ponsel ku ga bagus-bagus banget, apalagi aku dapat kesempatan untuk belajar menggunakan kamera milik Fatma. Sebuah pengalaman baru yang membuatku jadi sangat ingin segera punya kamera.

Balik lagi ke topik kita, masyarakat disini ramah-ramah banget. Apalagi sebelumnya sempat diwanti-wanti agar kita sering senyum dan menyapa warga. Hal yang masih cukup asing buatku, walaupun akhirnya lama-lama terbiasa dengan sikap demikian. Di sekitar rumah biasanya tidak saling tegur dan sapa dengan orang yang tidak dikenal, jadi selama KKN aku sangat melatih diri untuk ramah walaupun kadang malas dan lelah. Faidahnya, saat aku balik pulang sikap itu masih terbawa-bawa, hanya saja orangnya cuek. Disitu aku sadar  ternyata nilai-nilai itu sudah luntur di lingkungan rumahku.

Sewaktu masih maba dulu, aku pernah diberi seminar tentang pengabdian masyarakat. Satu konsep yang selalu ku ingat sampai sekarang, jangan sampai masyarakat beranggapan bahwa mengabdi ataupun KKN itu adalah gotong royong dan bersih-bersih disana sini saja. Tapi, bagaimana kita terjun langsung memberikan perubahan, memajukan, dan mensosialisasikan hal-hal selama ini kita pelajari saat kuliah. Meskipun begitu, KKN sebenarnya juga tidak luput dari belajar kepada masyarakat. Seperti mempelajari kulturnya, adat dan kebiasaan, cara masyarakat dalam menyikapi persoalan, dan banyak lagi.

Kenangan ‘kan Selamanya Dikenang (Ulfa’s point of view)

Pekan kedua hingga pekan terakhir menjadi puncak dari memori inti yang ingin aku kenang selalu. Hampir 24/7 menghabiskan waktu bersama teman-teman; dari membuka mata di pagi hari, melakukan program kerja yang sudah dirancang, bercengkrama, berdiskusi, berinteraksi dengan warga sekitar secara intens, memasak dan makan bersama, mengambil antrian mandi, hingga siang berganti malam dan malam berganti menjadi pagi; aktivitas-aktivitas yang dilakukan bersama teman-teman jadi salah satu hal yang paling disyukuri. Dari sana, aku juga belajar untuk menghargai tiap detik yang terjadi di dalam hidupku, belajar menikmati proses-proses yang sedang dilalui. Tidak mudah setiap harinya, tidak selalu sesuai dengan harapan dan kemauanku juga, tidak berjalan mulus bahkan terkadang malah terasa  lebih tandus, tapi perlu ditekankan bahwa kebersamaannya sangat berarti; hal-hal sulit jadi  terasa lebih ringan dan dapat dilewati.

Sebagai salah satu anggota dari divisi pubdok, aku bukan hanya belajar soal mengabadikan dan mendokumentasikan setiap kegiatan yang tengah dilakukan, tapi juga soal memaknai dan menikmati momen-momen dengan hati yang lebih lapang dan penuh dengan penerimaan. Setiap selesai memotret kegiatan, aku sering nongkrong di kantor alias dapur belakang posko cewek untuk melihat kembali apa yang sudah masuk ke dalam galeri ponselku, mengamati sembari tersenyum kembali. Di kantor, aku tidak sendiri karena kantor selalu ramai penghuni. Ada Amel (biasa kupanggil Ameng) yang sudah siap dengan cemilan dan cerita-cerita kocaknya, ada Fatma dan Tatali yang sudah siap juga dengan jepretan dan review-review photo mereka, ada Henny yang sudah siap dengan lelucon yang tidak ada habis-habisnya, ada Fanita dan Kei yang juga kadang ikut nimbrung sebentar dan kembali lagi ke ruang tengah ; mencari kipas mungkin saja hehe. Ada Rani dan Nadia yang sering kali makan di kantor, serta juga ada kak Sarah, Reni, dan Kak Ira yang duduk bersantai di depan pintu. Teman-teman lain juga sering ke kantor, kadang menjemur kain yang sudah setengah kering, mengambil piring, nasi, ataupun lauk, ada juga yang sekedar lewat mau ke kamar mandi, atau juga kadang ikut duduk bersama penghuni kantor biasanya.

Ruang sepetak itu punya begitu banyak kenangan. Dinding-dindingnya menjadi saksi bagaimana aku dan teman-teman berinteraksi, tertawa, saling menguatkan, bahkan sempat juga menjadi tempat untuk meneteskan air mata karena sudah memasuki malam-malam perpisahan. Sayangnya, banyak aktivitas di kantor yang tidak bisa kami abadikan lewat lensa kamera, karena keasikan ngobrol dan lebih ke menjaga hal-hal privasi hehehe. Tapi, ruang itu malah lebih banyak menyumbangkan memori yang besar dan memenuhi kepalaku ini. Memang benar ternyata, nggak semua momen harus diabadikan lewat lensa kamera, ada momen yang cuman diingat sekilas malah rasanya lebih kentara. Tidak hanya sampai di ruang kantor saja, ruang tengah a.k.a ruang pusat aktivitas di posko cewek juga tak kalah dahsyat kenangannya. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, ruang tengah juga jadi saksi bagaimana kami merancang proker, evaluasi setelah berkegiatan, makan bersama, bercengkrama, tidur dengan cara disusun, dan bertukar cerita satu sama lain. Selain itu, ruang koper juga sering jadi tempat nongki bersama Tatali, Amel, dan Fatma. Pernah juga di sana ngobrol dari A-Z bareng Amel dan Tatali, kalau diingat-ingat rindu sekali. Satu lagi, dapur One benar-benar menghasilkan masakan yang super enak dari teman-teman cewek lapau lasuang yang keren dan jago banget dalam bidang memasak. 

Menyadari Yang Seharusnya Disyukuri (Talitha’s point of view)

Hidup seatap dengan 20-an orang kadang bisa melelahkan. Terutama untukku yang butuh ruang sendirian untuk mengisi baterai sosial sampai penuh. Aku jadi mengingat-ingat kamarku di rumah yang hampir kuhabiskan 24 jam disana. Kadang aku berandai-andai tentang nyamannya kasur, meja tempat aku belajar, terutama anabul-anabulku yang usianya baru 1 bulanan saat itu.

Bukan kadang-kadang lagi, aku sering mengeluh dan mudah silau melihat hijaunya rumput orang. Aku menyadari betapa berkecukupannya hidup yang Tuhan beri. Selama KKN aku kemana-mana harus pakai motor meskipun panas terik. Bahkan pernah sekali ketika hujan cukup lebat, aku basah kuyup dibonceng Nadia untuk beli pecel ayam. Pengalaman yang sangat seru sekaligus menegangkan. Di tengah perjalanan kami sempat berhenti untuk beli mantel, disaat yang sama aku diguyur genangan air yang baru saja di lewati truk. Hal-hal yang aku tak terbiasa dan kadang  membuatku bertanya, memangnya hidupku pernah sesulit apa selama ini? Semuanya sangat cukup, hanya aku yang kurang bersyukur.

Kalau soal makan, alhamdulillah aku tidak terlalu neko-neko. Meskipun selama KKN hampir tiap hari menunya tahu dan tempe, aku tidak merasa bosan. Teman-teman sangat pandai memasak dan menyulapya menjadi hidangan yang menggiurkan. Sistemnya pakai piket memasak dan piket kebersihan, jadi setiap hari kami makan siang dan malam bersama-sama. Kuranglebih sekali seminggu ada menu ayam, rasanya sangat bersyukur sekali. Walaupun dipekan-pekan terakhir, aku makan ayam hampir setiap hari, karena nitip beli diluar sama Nadia.

Hal yang paling aku suka dari sistem piket ini, kebersamaan jadi terjalin karena kita akan menunggu semuanya untuk berkumpul agar bisa makan bersama-sama. Saat itu, masing-masing kita adalah helaian benang rajut, dan makan bersama adalah hakpen yang akan merajut masing-masing helaian itu menjadi sebuah mahakarya bernama kekeluargaan. Aku baru menyadari, ternyata hal-hal kecil seperti ini justru adalah benih yang menumbuhkan kedekatan kita semua.

Menghentikan Waktu (Ulfa’s point of view)

Cukup bingung untuk mengakhiri cerita-cerita yang terjadi selama KKN di Bungus Timur. Setiap kali melihat foto dan video, lirik lagu Slipping Through My Fingers yang berbunyi “sometimes I wish that I could freeze the picture,” menjadi gambaran harapan yang benar-benar ingin segera kuwujudkan. Tapi, hidup akan terus berjalan bukan? Kita mungkin akan bertemu lagi di hari-hari berikutnya, meski tidak lagi sebagai anak KKN yang berposkokan di Lapau Lasuang, mungkin saja dalam kesempatan dan takdir yang lebih indah. Tapi sebelum tulisan ini benar-benar berakhir, aku ingin berterimakasih kepada beberapa pihak yang sudah sangat berarti dalam perjalanan KKN ku ini. Kepada kampusku tercinta, terima kasih sudah membuka dan menambah kuota KKN setelah 5000 kuota terisi penuh. Kepada Ica si ibu peri-ku, terima kasih sudah membagikan informasi pendaftaran KKN melalui gform tersebut. Kepada orangtuaku, terima kasih sudah keras sekali mendo’akan dan mendukung hal-hal baik untukku. Kepada abang, kakak-kakak, dan teman-teman KKN Lapau Lasuang yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih banyak untuk hari-hari yang menyenangkan dan kisah-kisah yang sangat berharga, kalian benar-benar keren sekali. Kepada Amel, Tatalitha, Fatma, Henny, Fanita, Rani, Nadia, Keizia, Kak Ira, Kak Sarah, Reni, terima kasih banyak karena sudah sangat membantuku selama di poskomaafkan atas banyak repot yang aku berikan  hehehe. Kepada rekan-rekan divisi media (Tatalitha, Fatma, Kak Sarah, Fara), terima kasih sudah mengabadikan momen-momen yang dapat dilihat kembali di hari-hari yang akan datang. Dan juga, terima kasih banyak untuk Bungus Timur dan segala kebaikan-kebaikan di dalamnya. Semoga, suatu hari nanti aku bisa kembali berkunjung ke sana lagi.

Salam sayang, Ulfa dan Talitha

@chocodiee x @tatalithax

Comments

  1. MasyaAllah, love bngttt huhu🥹🫰🏼🤎

    ReplyDelete
  2. Tata upaa😭❤️❤️❤️ bagus banget ceritanya

    ReplyDelete
  3. aaa speechless bacanya. Terharu, suka & dukanya dapat bgt. Jadi rindu dengan momen-momen yg udah kita lalui. ILY ⁠♡

    ReplyDelete
  4. Ahhh🥺😭😭
    Terharu tata ulfa, ceritanya bagus banget jadi kangenn

    ReplyDelete
  5. Setelah 6 bulan baru baca ini. Makasih buat Tata dan Upa yang udah mengabadikan cerita kita selama KKN lewat tulisan ini. Nangis banget bacanyaa. Seketika kembali ingat momen momen KKN Lapau Lasuang. Bersyukur banget bisa kenal dan menjadi keluarga bersama selama 1 bulan. Walaupun kita ngk bersama lagi semoga memorinya tetap adaa.
    Love u oll ♥

    ReplyDelete
  6. us and the love that is there

    ReplyDelete

Post a Comment

More