Orang yang menghilang dan orang yang kehilangan
Hilang
v (hi.lang)
Dalam KBBI VI,
‘hilang’ punya banyak makna; tidak ada lagi, tidak kelihatan, tidak ada lagi
perasaan & kepercayaan, tidak dikenang lagi, tidak diingat lagi, tidak
kedengaran lagi, dan meninggal.
Tapi, yang
terakhir itu bukan topik bahasan kita kali ini.
Sejauh yang
aku tau, orang yang menghilang ada banyak alasannya. Aku sendiri pernah
menghilang ketika SMA, walau menghilangnya dari sosmed. Alasanku menghilang
adalah untuk menemukan lagi damai dan memiliki kebebasan untuk memilih mana yang
ingin ku lihat dan mana yang tidak ingin ku lihat di sosmed.
Aku sempat dicari
dan sempat dipertanyakan. Kenapa tiba-tiba unfollow? Tentunya selama mereka
masih bisa melihat aku, pertanyaan itu akan selalu punya jawabannya.
Tapi jika yang
menghilang adalah raganya juga, bagaimana pertanyaan itu akan terjawab?
Dulu, aku pernah mencari seseorang yang sempat menghilang. Mencari dengan sungguh-sungguh sampai aku sempat-sempatnya mengaktifkan lagi ponsel china jadul-ku untuk menemukan kontak yang mungkin untuk ku hubungi, dan berhasil. Hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu. Ada hal-hal yang tak lagi sama seperti dulu. Dan adakalanya juga air beriak, tak senantiasa tenang.
Sepertinya karena sama-sama lelah, ternyata tanpa disadari telah memilih untuk saling melupakan. Hari itu, akhir bulan Juni 2023, sekitar 6 bulan sejak kami terakhir kali mengobrol lewat WhatsApp. Tiba-tiba seseorang menghilang dari seluruh jangkauanku. Aku cukup terkejut, tapi entah kenapa rasanya tidak asing, seperti sudah biasa. Sebelum dan sesudah itu terjadi, kenyataannya memang sudah saling diam, kan?
Januari 2024, tepat setahun sejak aku memilih bungkam dan menyerah. Aku tidak pernah tau alasan menghilangnya seseorang, dan aku juga menolak untuk mencari tau.
Sebuah konsep yang aku percayai tentang kehidupan ini adalah orang-orang selalu datang
dan pergi. Mungkin sebagian datang dan mampir untuk waktu yang cukup lama
hingga kita mengira ia akan bertahan selamanya. Tapi bagaimana, jika hidup dan
takdir itu sendiri bukanlah kita yang menulisnya?
Sebuah diskusi bersama seorang teman lama membuatku menarik sebuah kesimpulan brilian; pada akhirnya, pertemanan menjadi sesuatu yang hanya bisa disyukuri. Kadang kesetiaanmu untuk bertahan pada satu orang saja, masih dikalahkan oleh mereka yang mampu membuatnya nyaman.
Aku, dalam menghadapi menghilangnya seseorang, hanya berpegang pada satu prinsip. Jika Allah menjauhkan seseorang darimu, mungkin ia tidak baik untuk urusanmu, secara ukhrawi ataupun duniawi. Atau sebaliknya, barangkali engkaulah yang Allah jauhkan dari seseorang karena dirimu tidak memberikan kebaikan untuknya.
Opsi pertama hendaknya disikapi dengan rasa syukur dan opsi kedua hendaknya disikapi dengan banyak memperbaiki diri.
Jadi, apalah arti kehilangan? Saat tak ada satupun yang benar-benar kita miliki dikehidupan ini. Aku pikir, tak perlu untuk merasa kehilangan akan seseorang, terutama atas mereka yang memang memilih pergi tanpa ingin ditunggu untuk kembali, juga mereka yang memang sengaja menghilang dan tak ingin untuk dicari lagi.
Mungkin
suatu saat nanti, ia akan muncul lagi atau ternyata berhasil membaca ini. Harapanku
hanya satu, semoga kita sama-sama menuju sebuah bahagia walaupun menempuh jalan
terpisah dan bersama orang yang berbeda. Aku juga ingin bilang, bahwa hadirnya
sudah memberikan sangat banyak pelajaran dihidupku, memperjelas penglihatanku
untuk melihat bolong dalam diri dan memberikan banyak kesempatan untuk
menambal kekurangan-kekurangan itu.
Kalau kamu, punya cerita apa tentang ‘hilang’?
Hihiii kereen kalii tata, semangaat tataa ๐
ReplyDeleteTerimakasih sudah bacaa :) ๐ป๐
Delete