Berbulan-bulan Yang Lalu
Edisi Wisata Memori
Ini adalah salah satu catatanku ketika SMA, tidak ada maksud apa-apa melainkan semoga pembaca bisa mengambil setidaknya satu pelajaran dari cerita sederhana ini.
"Seolah aku mencintai ujian itu padahal hatiku sendiri tak sanggup".
Berbulan-bulan
yang lalu, pernah datang seorang gadis belia.
Berjilbab lebar, memasuki sebuah kantin. Duduk sendiri dengan telinga tersumbat
earphone mendengar murattal al-Qur’an. Di tengah keramaian kantin itu, dia sendirian. Itu sudah biasa, sudah ia lalui
dikelasnya berbulan bulan lamanya. Dia yang memulainya. Dia yang lebih dulu
menjauhi orang-orang hingga mereka berinisiatif menjauhinya sendiri. Dirinya
seolah berbenteng kokoh dan tinggi, seolah dingin bagai es yang sulit ditembus
orang lain. Dulu dia punya banyak teman lalu didapatinya mereka tidak baik untuk hatinya. Dia menjauhi mereka, untuk istiqomah
dan menjaga agamanya.
Tidak semua
orang menerima perubahannya, tidak semua orang menyukai perubahannya. Tapi dia
berusaha menerima konsekuensi atas pilihannya. Dia tau, yang Allah pilihkan
untuknya lebih baik daripada apa yang nafsunya inginkan.
Dengan segelas
iced lemon tea favoritnya dan murattal alqur’an yang menggema di telinganya,
itu adalah perpaduan hal hal yang disukainya. Orang itu aku.
Aku sempat
berharap, setidaknya aku punya satu teman yang baik dikelas. Tapi dia
mengecewakanku lalu aku meninggalkannya untuk alasan yang tepat dan aku tidak menyesalinya. Dulu pernah ada seseorang
yang mengingatkan ku untuk berhati-hati berteman dengannya. Lalu semua
terbongkar dan akhirnya aku paham dengan siapa aku
selama ini berteman.
Aku terlihat seolah sendiri, tapi nyatanya tidak, karna Allah itu lebih dekat dari ulat leher sendiri. Aku sempat berpikir untuk bertahan dengan goncangan iman dan ombak badai serta tajamnya pisau pada diri orang orang yang mengataiku. Aku menganggap itu semua adalah ujian dari Allah yang sudah lama ku nanti nanti. Karna setiap orang yg berhijrah karena Allah, pasti mendapat ujian. Dan aku sudah lama menunggunya hingga akhirnya datang ujian itu.
Tapi, hingga
kapan aku akan terus sok kuat berada diantara mereka? Terus berada diantara orang orang ini, bukankah itu memungkinkan untuk merusak imanku juga? Bukankah seharusnya
aku mencari lingkungan yang baik agar aku makin istiqomah? Ucapan sahabatku
benar benar terngiang dikepala. Kenapa aku masih mengejar dunia? Sementara di
penjuru sana orang sudah sampai garis finish dan aku masih di garis start.
Seharusnya aku
mencoba untuk pindah sekolah, mencari lingkungan baik yang memungkinkan ku
untuk istiqomah. Tapi hatiku masih merasa bahwa, bila aku bertahan di antara
mereka dan bersabar atas ujian yang Allah berikan, tentu ada pahala yang besar
yang menantiku. Aku mencoba bertahan hanya karna mengharapkan itu.
Bila aku pindah,
maka ladang ujian, kesabaran, dan pahala ku
bagaimana? Seolah aku mencintai ujian itu padahal hatiku sendiri tak sanggup.
Nafsu ku ingin pindah saja, tapi ada yang lain dihati. Seolah berbisik “Tinggal
lah setahun lagi hingga tamat ta, bila kamu bersabar atas takdir Allah yang
menetapkan mu di sekolah itu, serta bersabar menghadapi segala ujian dari
Allah, celaan manusia yang menyakiti hatimu, tentu ada pahala besar yang
menantimu”.
Tapi yang lain
juga seolah berkata “Hingga kapan kamu akan menyiksa dirimu seperti ini?
Tenggelam dalam dendam terhadap mereka, menyebabkan mu futur, merusak iman mu,
menggagalkanmu untuk istiqomah. Disana ada satu
tempat yang lebih baik, yang akan membantumu isitiqomah, bertemu orang-orang
baik, mendapatkan ilmu yang selama ini kamu
inginkan. Selagi ada jalan yang memudahkan mu, kenapa kamu tak memilihnya?”.
Keduanya dominan dalam diriku. Alasan yang dibawakannya sama sama kuat, membuat aku bingung
harus memilih yang mana.
Aku tak tau
diantara keduanya mana yang lebih baik bagi diriku, aku tidak akan pernah mampu
untuk memilih sendiri mana yang baik bagiku, karna Allah adalah pemilih pilihan
yang terbaik untukku. Sekalipun aku tak menyukainya, barangkali aku tidak
menyukai sesuatu tapi itu baik untukku. Dan Allah mengetahui sedangkan aku
tidak mengetahui.
25 Mei 2020,
Talitha
Comments
Post a Comment