Cerita Aku dan Sehelai Cadar

Bismillah,

Lama aku tidak memposting cerita di sini. Postingan kali ini adalah tentang cadar. Aku bingung harus memulai dari mana. Membayangkan akan ada ratusan orang yang mungkin akan membaca ini, tiba-tiba membuatku kikuk.

Pertama kali aku mengenal Islam lebih dalam dan memahami hukum cadar itu di tahun 2019. Seorang  gadis SMA yang masih begitu naif, bercita-cita ingin mengenakannya saat kuliah nanti. Dan itu terjadi pada tahun 2021 dengan aku yang masih seorang mahasiswa baru.

Menggunakannya terasa mudah. Awalnya telah mendapat izin dari Papa, lalu tinggal beli beberapa helai cadar di online shopping. Dan kamu tau? Ternyata menggunakannya ‘tidak mudah’.

Jauh lebih sulit daripada saat aku pertama kali menggunakan gamis dan khimar panjang. Orang-orang yang sekarang bertahan mengenakannya adalah mereka yang terpilih.

Untuk tetap istiqomah, aku berusaha mencari lingkungan yang mendukungku. Aku mengikuti kelas bahasa arab disalahsatu Ma’had di Kota Padang. Di sana, aku bertemu banyak sekali saudari-saudari lain yang juga menggunakan cadar sepertiku. Rasanya sungguh bahagia dan candu. Aku menghadiri kelas tersebut kurang lebih sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Dari rutinitas baru inilah masalah bermula.

Papa merasa aku melalaikan kewajiban membantu Mama dirumah. Aku seringkali dilarang untuk pergi. Bahkan pernah menimbulkan kekhawatiran, apa jangan jangan aku bergabung dengan kelompok sesat? Tapi aku tidak bisa membungkam rasa semangat yang menggebu ingin belajar bahasa arab sejak dulu. Dan tahun itu adalah awal mimpiku dimulai.

Berangsur-angsur, orangtuaku mulai resah dan mulai melarangku mengenakan cadar. Karena itu, di tahun 2022 bulan Januari, aku menghadiri kelas terakhirku disana. Tidak pernah lagi menghadirinya hingga saat ini. Lebih tegasnya, aku meninggalkan Ma’had itu.

Aku masih mempertahankan menggunakan cadar hingga bulan Juli 2022. Walaupun, aku tak menggunakannya secara utuh, karena aku melepas cadar jika bertemu dengan keluarga besar orangtua di kampung. Terimakasih kepada covid-19, aku bisa mengganti cadar itu dengan masker. Fungsinya sama-sama menutup, hanya berbeda bentuk.

Sampai sekarang aku masih menggunakan masker kemana-mana. Hanya sesekali melepasnya jika tempat yang dikunjungi tidak banyak orang, oh iya dan saat KKN bisa dibilang hanya 2-3 kali aku mengenakan masker selama 40 hari disana.

Memutuskan melepaskan cadar sangatlah berat untukku. Sebuah keputusan yang sama besarnya saat aku pertama kali berkomitmen menggunakan cadar. Aku berduka, ada banyak air mata selama aku menggunakannya. Penolakan dari sisi keluarga yang hanya berjumlah beberapa orang, ternyata lebih menyakitkan dari omongan julid orang-orang tidak dikenal yang ku temuai ditempat-tempat lain.

Antara hukum sunnah cadar dan hukum wajib untuk berbakti pada orangtua, aku menemukan damai setelah melepasnya. Tidak ada lagi rasa was-was bagaimana jika orangtua atau ada keluarga yang melihatku saat di luar. Aku juga jauh dari tuduhan-tuduhan dan kekhawatiran dari mereka seandainya diriku menempuh jalan sesat. Namun penting untuk diketahui, tuduhan ini hanya akan datang dari orang-orang yang tidak mau belajar dan memahami Islam dengan kaffah (menyeluruh). Cadar adalah syi’ar agama Allah, ia adalah pakaian kemuliaan juga pakaian para istri Rasulullah ï·º.

Walaupun aku menemukan damai, aku tetap perlu sabar dan berlapang dada menghadapi tanya orang-orang disekitarku yang kebingungan dengan perubahan yang begitu cepat ini. Tapi yang aku tau, hidup ini bukanlah untuk mencari ridho manusia, dan sesungguhnya Allah menilai kita dari amalan dan hati. Aku membiarkan mereka salahpaham, bertanya-tanya, dan mencela diriku yang tidak istiqomah. Allah lebih tau isi hati dan alasan sesungguhnya aku melepas cadar bahwa juga untuk mendapatkan ridho Allah melalui ridho orangtua.

Terlihat sangat ringkas dan sederhana, ya, cerita ini. Realitanya, aku menangis hampir setiap hari, berhadapan dengan gejala depresi dan stres, berjuang membangun lagi rasa penghargaan akan diri, berulangkali memaafkan diri lagi. Hampir tiada pekan yang terlewati tanpa tetesan air asin dari lautan manik mata yang hitam ini.

by Syahru Sunnah

Aku tidak tau kapan aku akan bisa menggunakan cadar lagi. Aku harap, pada waktu yang tepat, dan bersama orang yang tepat.

Kesimpulan dan pelajaran yang kuambil dari pengalaman ini, aku terapkan untuk semua masalah lain yang ku temui di masa depan. Bahwasannya tidak apa-apa jika aku tidak bisa mengamalkan sunnah menggunakan cadar. Ada banyak amalan sunnah lainnya yang menunggu untuk dikerjakan. Mengenakan cadar tidaklah membuat kita mulia, jika ternyata dalam hati masih ada rasa sombong dan rasa lebih shalihah dari saudari lain yang tidak mengenakan cadar.

Pelajaran lain, ternyata ada banyak hal yang perlu di‘ga apa-apa-in’ dihidup ini. Jika sesuatu harus melalui kesedihan yang dalam dan menorehkan luka, mungkin itu sudah waktunya untuk membiarkannya pergi. Jangan terus memaksa. Ga apa-apa kalau tidak sempurna, ga apa-apa kalau nyatanya ada mimpi yang harus ditunda dulu, fokuslah pada mimpi-mimpi yang lain hingga waktunya tepat dan kesempatan itu terbuka. Ga apa-apa kalau sesekali kita merasa ga nyaman sama diri sendiri, mungkin itu sinyal agar kita segera berbenah.


Comments

More